Pelajaran 9
WUDU JABIROH
Definisi Jabiroh
Obat yang dibubuhkan di atas luka dan pembalut yang
membalutnya disebut dengan jabiroh.
1.
Seseorang yang memiliki luka pada anggota wudunya, jika
dia mampu berwudu secara normal, maka dia harus berwudu secara normal.[1]
Misalnya:
a.
Permukaan luka terbuka dan air tidak berbahaya baginya.
b.
Permukaan luka tertutup akan tetapi bisa dibuka dan air
tidak berbahaya baginya.
2.
Jika luka berada pada wajah dan tangan, dan per-mukaan
luka terbuka dan air berbahaya baginya,*
maka membasuh sekitarnya sudah cukup.[2]
3.
Jika luka atau pecah di kepala bagian depan atau di
punggung kaki (anggota usapan) dan permukaannya terbuka; jika tidak bisa
diusap, maka letakkan kain yang suci di atasnya dan usaplah permukaan kain
tersebut dengan air wudu yang tersisa di tangan.[3]*
Cara Wudu Jabiroh
Dalam wudu jabiroh, basuhlah atau usaplah secara
normal anggota-anggota basuhan dan usapan yang bisa dibasuh dan diusap. Jika
tidak memungkinkan, maka usaplah jabiroh dengan tangan yang basah.
Beberapa Masalah
1.
Jika jabiroh melebihi ukuran biasa sampai menutupi
sekitar luka dan tidak mungkin untuk dibuka,**
maka harus berwudu jabiroh dan berdasarkan ihtiyath wajib, juga
harus bertayamum.[4]
2.
Seseorang tidak tahu tugasnya; apakah berwudu jabiroh
atau bertayamum, maka berdasarkan ihtiyath wajib dia harus melakukan
kedua-duanya.[5]
3.
Jika seluruh wajah dan seluruh salah satu dari dua tangan
dibalut penuh dengan jabiroh, maka berwudu jabiroh sudah cukup. ** *
4.
Jika telapak tangan dan jari-jarinya tertutup jabiroh
dan ketika berwudu, tangan yang basah telah mengusapnya, maka dia bisa* mengusap kepala dan kaki dengan sisa
basahan dari tangan tersebut atau mengambil basahan dari anggota wudu yang
lain.[6]
5.
Jika pada wajah dan kedua tangan ada beberapa jabiroh,
maka sela-sela di antara mereka harus dibasuh. Jika terdapat beberapa jabiroh
di kepala dan punggung ke-dua kaki, maka sela-sela di antara mereka harus
diusap. Sedangkan pada anggota-anggota wudu yang jabiroh berada di atas
mereka, harus beramal sesuai dengan hukum-hukum jabiroh tersebut di
atas.[7]
Hal-hal yang Harus Disertai dengan Wudu
1.
Mengerjakan salat.
2.
Mengerjakan tawaf di Ka’bah.
Beberapa Masalah
1.
Tidak sah salat atau tawaf tanpa wudu.
2.
Anggota badan seseorang yang tidak memiliki wudu tidak
boleh bersentuhan dengan tulisan-tulisan ini:
a.
Tulisan Al-Quran. Akan tetapi terjemahannya boleh
disentuh.
b.
Nama Allah, ditulis dalam bahasa apapun; seperti: Allah, Khuda
atau God.
c.
Nama Nabi Muhammad Saw. (berdasarkan ihtiyath wajib).
d.
Nama-nama imam maksum a.s. (berdasarkan ihti-yath
wajib).
e.
Nama-nama Sayyidah Fathimah a.s. (berdasarkan ihtiyath
wajib)[9]
3.
Sunah berwudu untuk pekerjaan di bawah ini.
a.
Pergi ke masjid dan ke makam para imam maksum a.s.
b.
Membaca Al-Quran.
c.
Membawa Al-Quran.
d.
Menyentuh sampul atau sekitar Al-Quran.
e.
Berziarah ke pekuburan.[10]
Bagaimana Wudu Menjadi Batal?
1.
Keluarnya air kencing atau tinja atau kentut.
2.
Tidur; selama tidak dapat mendengar dan tidak dapat
melihat.
3.
Sesuatu yang bisa menghilangkan (kesadaran) akal se-perti:
gila, mabuk, pingsan.
4.
Keluarnya darah istihadhah bagi perempuan.*
5.
Sesuatu yang mewajibkan mandi seperti: janabah dan
menyentuh mayat.[11]
Kesimpulan Pelajaran
1.
Seseorang yang pada anggota wudunya terdapat luka, borok
atau patah, akan tetapi bisa berwudu secara normal, dia harus berwudu secara
normal.
2.
Seseorang yang anggota wudunya tidak bisa dibasuh atau
tidak bisa terkena air, maka jika sekitar lukanya dapat dibasuh, ini sudah
cukup dan tidak perlu berta-yamum.
3.
Jika permukaan luka atau yang patah terbalut dengan jabiroh,
akan tetapi bisa dibuka (tidak menyulitkan), ma-ka jabiroh-nya harus
dibuka dan berwudu secara normal.
4.
Jika permukaan luka terbalut dan air berbahaya bagi-nya,
dia tidak perlu membukanya walaupun dia bisa saja untuk membukanya.
5.
Untuk mengerjakan salat dan tawaf dan untuk ber-sentuhan
anggota badan dengan tulisan Al-Quran dan nama Allah diharuskan berwudu
terlebih dahulu.
6.
Berdasarkan ihtiyath wajib, anggota badan orang
yang tidak punya wudu tidak boleh bersentuhan dengan nama Nabi Muhammad Saw.,
nama para imam maksum dan nama Sayyidah Fathimah a.s.
7.
Keluarnya air kencing dan tinja membatalkan wudu.
8.
Tidur, gila, pingsan, mabuk, janabah, dan menyentuh mayat
membatalkan wudu.
a. Araki: jika mengusapkan
tangan yang basah di atas permukaan luka tidak berbahaya, maka usapkanlah. Jika
tidak mungkin, maka letakkan kain suci di atas permukaan luka dan usapkan
tangan yang basah di atas kain. Jika yang demikian ini juga berbahaya, atau
luka itu najis dan tidak bisa dibasuh dengan air, maka basuhlah sekitar luka
dari atas ke bawah, dan berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya dia
bertayamum juga. Gulpaigani: usapkan tangan yang basah pada permukaan
luka. Jika yang demikian ini berbahaya atau lukanya najis dan tidak bisa
dibasuh dengan air, maka basuhlah sekitar luka dari atas ke bawah dan ini sudah
cukup. (masalah ke-331).
a.
Gulpaigani: berdasarkan ihtiyath wajib, hendaknya juga bertayamum. Khu’i:
harus bertayamum, dan berdasarkan ihtiyath juga harus berwu-du jabiroh
(masalah ke-332).
** Khu’i: harus bertayamum, kecuali jika jabiroh berada pada anggota
tayamum, dalam kondisi seperti ini harus berwudu juga bertayamum (masalah
ke-341).
***Khu’i: berdasarkan ihtiyath, harus bertayamum juga berwudu jabiroh.
Gulpaigani: harus berwudu jabiroh dan berdasarkan ihtiyath
wajib, jika seluruh atau sebagian anggota tayamum tidak tertutup jabiroh,
maka harus juga bertayamum (masalah ke-336).
**Perincian masalah pada Pelajaran
44.
a. Masalah ini berkaitan
dengan perempuan. Untuk mendapatkan kete-rangan yang lebih rinci bisa merujuk
ke Taudhih Al-Masail, masalah ke-329-520.
0 komentar:
Posting Komentar