Pelajaran 11
PELAKSANAAN MANDI
Dalam pelaksanaan
mandi, seluruh badan dan kepala serta leher harus disiram, baik mandi wajib,
seperti: mandi janabah, maupun mandi sunah, seperti mandi hari Jum’at. Dengan
kata lain, dalam melaksanakan semua macam mandi, tidak ada perbedaan kecuali
pada niat.
Mandi bisa
dilaksanakan sebagai berikut:
Cara-cara Mandi
1.
Mandi tartibi (secara
berurutan):[1]
a.
Pertama membasuh kepala dan leher.
b.
Lalu membasuh setengah badan bagian kanan
c.
Kemudian membasuh setengah badan bagian kiri.
2.
Mandi irtimasi (menyelam):
a.
Dengan niat mandi, membenamkan diri secara se-kaligus ke
dalam air sehingga seluruh badan dan kepala berada di dalam air.
b.
Atau membenamkan diri secara bertahap ke dalam air,
sampai pada akhirnya seluruh badan dan kepala berada di dalam air.
c.
Atau masuk ke dalam air, kemudian menggerakkan badan
dengan niat mandi.
Keterangan:
Mandi bisa
dikerjakan dengan dua cara; tartibi dan irtimasi. Pada mandi tartibi,
pertama-tama membasuh kepala dan leher, kemudian setengah badan bagian kanan,
dan setelah itu setengah badan bagian kiri.
Pada mandi
irtimasi, seluruh badan dan kepala berada di dalam air secara sekaligus.
Oleh karena itu, untuk mela-kukan mandi irtimasi, diperlukan air yang
cukup supaya bisa memasukkan seluruh badan dan kepala ke dalamnya.
Syarat Sahnya Mandi
1.
Seluruh syarat yang ditetapkan untuk sahnya wudu ju-ga
berlaku pada sahnya mandi, kecuali muwalat. Begitu juga, tidak perlu
menyiram badan dari atas ke bawah.
2.
Orang yang berkewajiban beberapa mandi bisa melaku-kan
satu mandi saja dengan beberapa niat mandi wajib.[2]
3.
Seseorang yang telah melaksanakan mandi janabah; jika
hendak menunaikan salat, maka dia tidak
perlu berwu-du. Akan tetapi pada selain mandi janabah, maka untuk menunaikan
salat dia harus berwudu terlebih dahulu.[3]*
4.
Dalam mandi irtimasi, seluruh badan harus suci.
Akan tetapi dalam mandi tartibi, seluruh badan tidak harus suci.
Dan jika setiap bagian dari badan yang hendak dibasuh itu disucikan terlebih
dahulu, maka demikian ini sudah cukup.[4]**
5.
Mandi jabiroh seperti wudu jabiroh, hanya
saja berda-sarkan ihtiyath wajib,*
mandi ini harus dilakukan secara tartibi.[5]
6.
Orang yang sedang berpuasa wajib tidak boleh mandi irtimasi,
karena orang yang berpuasa tidak boleh mema-sukkan seluruh kepalanya ke dalam
air. Akan tetapi, jika dia mandi irtimasi karena lupa, puasanya tetap
sah.[6]
7.
Dalam keadaan mandi, seluruh badan tidak perlu digosok
dengan tangan, tetapi cukup hanya dengan niat mandi dan air sampai ke seluruh
badan.[7]
Mandi Menyentuh Mayat
1.
Jika sebagian dari anggota badan seseorang telah
ber-sentuhan dengan badan mayat yang sudah dingin dan belum dimandikan, dia
harus mandi menyentuh mayat.[8]
2.
Menyentuh badan mayat di bawah ini tidak menye-babkan
mandi:
a.
Mayatnya orang yang mati sebagai syahid di medan perang,
yakni orang yang menghembuskan nafas terakhirnya di medan perang.**
b.
Mayat yang badannya masih hangat dan belum dingin.
c.
Mayat yang sudah dimandikan.[9]
3.
Mandi menyentuh mayat harus dilakukan seperti mandi
janabah. Akan tetapi, orang yang menyelesaikan mandi menyentuh mayat harus
berwudu jika dia hendak melakukan salat.[10]
Mandi Mayat
1.
Setiap orang mukmin*
yang meninggal dunia; wajib atas para mukallaf supaya memandikan,
mengkafani, menya-lati, dan menguburkannya. Bila sebagian mukallaf telah
melakukannya, gugurlah kewajiban dari yang lain.[11]
2.
Mayat harus dimandikan tiga kali:
Pertama, dengan air yang dicampur air bidara.
Kedua, dengan air yang dicampur kapur.
Ketiga, dengan air murni.[12]
3.
Mandi mayat dilakukan seperti mandi janabah, dan
berdasarkan ihtiyath wajib, sebisa mungkin mayat di-mandikan secara tartibi
dan tidak secara irtimasi.[13]
Mandi yang Khusus bagi Perempuan
Haid, Nifas,
Istihadhah:
1.
Darah yang keluar ketika perempuan melahirkan anak adalah
darah nifas.[14]
2.
Darah yang keluar dari perempuan pada hari-hari
mens-truasi adalah darah haid.
3.
Ketika perempuan sudah suci dari darah haid dan nifas
harus mandi untuk salat dan ibadah-ibadah yang me-merlukan kesucian.[15]
4.
Darah lain yang keluar dari perempuan adalah darah
istihadhah. Dan pada sebagian macam dari darah isti-hadhah ini, dia harus mandi
untuk melakukan salat dan ibadah-ibadah yang memerlukan kesucian.[16]
Kesimpulan Pelajaran
1.
Dalam mandi, seluruh badan harus disiram; secara tartibi
atau irtimasi.
2.
Syarat sahnya mandi adalah seperti syarat sahnya wudu,
kecuali muwalat dan membasuh anggota-anngota mandi dari atas ke bawah.
3.
Orang yang telah mandi janabah tidak harus berwudu untuk
salat, kecuali jika ketika atau sesudah mandi terjadi hal-hal yang membatalkan
wudu.
4.
Seseorang yang wajib melakukan beberapa mandi bisa mandi
sekali saja dengan beberapa niat (mandi wajib), bahkan pada saat itu juga dia
bisa niat mandi sunah; seperti mandi Jum’at.
5.
Persentuhan satu dari anggota badan seseorang dengan
tubuh mayat adalah penyebab wajibnya mandi menyen-tuh mayat atasnya.
6.
Jika satu dari anggota badan seseorang menyentuh tu-buh
mayat yang syahid, atau mayat yang belum dingin, atau mayat yang sudah
dimandikan, maka dia tidak diwajibkan mandi menyentuh mayat.
7.
Jika seorang mukmin meninggal dunia, dia harus
di-mandikan tiga kali kemudian dikafani lalu disalati, setelah itu dikuburkan.
8.
Mandi mayat yaitu:
a.
Mula-mula, mandi dengan air bidara.
b.
Lalu, mandi dengan air kapur.
c.
Lalu, mandi dengan air murni.
9.
Mandi haid, mandi nifas dan mandi istihadhah adalah mandi
yang diwajibkan khusus bagi perempuan.
a. Khu’i: dengan mandi wajib
yang lain, selain mandi istihadhah sedang dan mandi sunah, dia juga bisa
menunaikan salat tanpa wudu, walau-pun ihtiyath mustahab juga harus
berwudu (masalah ke-397).
**Khu’i: untuk mandi irtimasi atau tartibi, kesucian seluruh badan
se-belum mandi bukan sebuah keharusan. Bahkan jika dengan masuk ke dalam air
atau menyiramkan air dengan niat mandi lalu badan menjadi suci, maka demikian
ini sudah termasuk sebagai mandi (masalah ke-378).
a. Araki: berdasarkan ihtiyath
mustahab, laksanakan mandi secara tartibi;
bukan mandi irtimasi. Khu’i: harus mandi secara tartibi,
(masalah ke-337). Gulpaigani: menjadi lebih baik jika mandi dilakukan
secara tartibi, walaupun mandi secara irtimasi itu juga sah (masalah
ke-345).
**Khu’i: berdasarkan ihtiyath wajib, seorang yang memegang badan orang yang
mati syahid harus mandi. (Al Al-’Urwah Al-Wutsqa Jil. 1, hal. 390,
masalah ke-11).
0 komentar:
Posting Komentar