Pelajaran 11 (Pelaksanaan Mandi )

on Kamis, 09 Agustus 2012

Pelajaran 11
PELAKSANAAN MANDI


Dalam pelaksanaan mandi, seluruh badan dan kepala serta leher harus disiram, baik mandi wajib, seperti: mandi janabah, maupun mandi sunah, seperti mandi hari Jum’at. Dengan kata lain, dalam melaksanakan semua macam mandi, tidak ada perbedaan kecuali pada niat.
Mandi bisa dilaksanakan sebagai berikut:

Cara-cara Mandi

1.       Mandi tartibi (secara berurutan):[1]
a.       Pertama membasuh kepala dan leher.
b.      Lalu membasuh setengah badan bagian kanan
c.       Kemudian membasuh setengah badan bagian kiri.
2.       Mandi irtimasi (menyelam):
a.       Dengan niat mandi, membenamkan diri secara se-kaligus ke dalam air sehingga seluruh badan dan kepala berada di dalam air.
b.      Atau membenamkan diri secara bertahap ke dalam air, sampai pada akhirnya seluruh badan dan kepala berada di dalam air.
c.       Atau masuk ke dalam air, kemudian menggerakkan badan dengan niat mandi.
Keterangan:
Mandi bisa dikerjakan dengan dua cara; tartibi dan irtimasi. Pada mandi tartibi, pertama-tama membasuh kepala dan leher, kemudian setengah badan bagian kanan, dan setelah itu setengah badan bagian kiri.
Pada mandi irtimasi, seluruh badan dan kepala berada di dalam air secara sekaligus. Oleh karena itu, untuk mela-kukan mandi irtimasi, diperlukan air yang cukup supaya bisa memasukkan seluruh badan dan kepala ke dalamnya.

Syarat Sahnya Mandi
1.       Seluruh syarat yang ditetapkan untuk sahnya wudu ju-ga berlaku pada sahnya mandi, kecuali muwalat. Begitu juga, tidak perlu menyiram badan dari atas ke bawah.
2.       Orang yang berkewajiban beberapa mandi bisa melaku-kan satu mandi saja dengan beberapa niat mandi wajib.[2]
3.       Seseorang yang telah melaksanakan mandi janabah; jika hendak menunaikan  salat, maka dia tidak perlu berwu-du. Akan tetapi pada selain mandi janabah, maka untuk menunaikan salat dia harus berwudu terlebih dahulu.[3]*
4.       Dalam mandi irtimasi, seluruh badan harus suci. Akan tetapi dalam mandi tartibi, seluruh badan tidak harus suci. Dan jika setiap bagian dari badan yang hendak dibasuh itu disucikan terlebih dahulu, maka demikian ini sudah cukup.[4]**
5.       Mandi jabiroh seperti wudu jabiroh, hanya saja berda-sarkan ihtiyath wajib,* mandi ini harus dilakukan secara tartibi.[5]
6.       Orang yang sedang berpuasa wajib tidak boleh mandi irtimasi, karena orang yang berpuasa tidak boleh mema-sukkan seluruh kepalanya ke dalam air. Akan tetapi, jika dia mandi irtimasi karena lupa, puasanya tetap sah.[6]
7.       Dalam keadaan mandi, seluruh badan tidak perlu digosok dengan tangan, tetapi cukup hanya dengan niat mandi dan air sampai ke seluruh badan.[7]

Mandi Menyentuh Mayat
1.       Jika sebagian dari anggota badan seseorang telah ber-sentuhan dengan badan mayat yang sudah dingin dan belum dimandikan, dia harus mandi menyentuh mayat.[8]
2.       Menyentuh badan mayat di bawah ini tidak menye-babkan mandi:
a.       Mayatnya orang yang mati sebagai syahid di medan perang, yakni orang yang menghembuskan nafas terakhirnya di medan perang.**
b.      Mayat yang badannya masih hangat dan belum dingin.
c.       Mayat yang sudah dimandikan.[9]
3.       Mandi menyentuh mayat harus dilakukan seperti mandi janabah. Akan tetapi, orang yang menyelesaikan mandi menyentuh mayat harus berwudu jika dia hendak melakukan salat.[10]

Mandi Mayat
1.       Setiap orang mukmin* yang meninggal dunia; wajib atas para mukallaf supaya memandikan, mengkafani, menya-lati, dan menguburkannya. Bila sebagian mukallaf telah melakukannya, gugurlah kewajiban dari yang lain.[11]
2.       Mayat harus dimandikan tiga kali:
Pertama, dengan air yang dicampur air bidara.
Kedua, dengan air yang dicampur kapur.
Ketiga, dengan air murni.[12]
3.       Mandi mayat dilakukan seperti mandi janabah, dan berdasarkan ihtiyath wajib, sebisa mungkin mayat di-mandikan secara tartibi dan tidak secara irtimasi.[13]

Mandi yang Khusus bagi Perempuan
Haid, Nifas, Istihadhah:
1.       Darah yang keluar ketika perempuan melahirkan anak adalah darah nifas.[14]
2.       Darah yang keluar dari perempuan pada hari-hari mens-truasi adalah darah haid.
3.       Ketika perempuan sudah suci dari darah haid dan nifas harus mandi untuk salat dan ibadah-ibadah yang me-merlukan kesucian.[15]
4.       Darah lain yang keluar dari perempuan adalah darah istihadhah. Dan pada sebagian macam dari darah isti-hadhah ini, dia harus mandi untuk melakukan salat dan ibadah-ibadah yang memerlukan kesucian.[16]

Kesimpulan Pelajaran
1.       Dalam mandi, seluruh badan harus disiram; secara tartibi atau irtimasi.
2.       Syarat sahnya mandi adalah seperti syarat sahnya wudu, kecuali muwalat dan membasuh anggota-anngota mandi dari atas ke bawah.
3.       Orang yang telah mandi janabah tidak harus berwudu untuk salat, kecuali jika ketika atau sesudah mandi terjadi hal-hal yang membatalkan wudu.
4.       Seseorang yang wajib melakukan beberapa mandi bisa mandi sekali saja dengan beberapa niat (mandi wajib), bahkan pada saat itu juga dia bisa niat mandi sunah; seperti mandi Jum’at.
5.       Persentuhan satu dari anggota badan seseorang dengan tubuh mayat adalah penyebab wajibnya mandi menyen-tuh mayat atasnya.
6.       Jika satu dari anggota badan seseorang menyentuh tu-buh mayat yang syahid, atau mayat yang belum dingin, atau mayat yang sudah dimandikan, maka dia tidak diwajibkan mandi menyentuh mayat.
7.       Jika seorang mukmin meninggal dunia, dia harus di-mandikan tiga kali kemudian dikafani lalu disalati, setelah itu dikuburkan.
8.       Mandi mayat yaitu:
a.       Mula-mula, mandi dengan air bidara.
b.      Lalu, mandi dengan air kapur.
c.       Lalu, mandi dengan air murni.
9.       Mandi haid, mandi nifas dan mandi istihadhah adalah mandi yang diwajibkan khusus bagi perempuan.




1. Taudhih Al-Masail,  masalah ke-361, 367, 368.
2. Ibid masalah ke-380 & 389.
3. Ibid, masalah ke-391.
a. Khu’i: dengan mandi wajib yang lain, selain mandi istihadhah sedang dan mandi sunah, dia juga bisa menunaikan salat tanpa wudu, walau-pun ihtiyath mustahab juga harus berwudu (masalah ke-397).
4. Ibid, masalah ke-372.
**Khu’i: untuk mandi irtimasi atau tartibi, kesucian seluruh badan se-belum mandi bukan sebuah keharusan. Bahkan jika dengan masuk ke dalam air atau menyiramkan air dengan niat mandi lalu badan menjadi suci, maka demikian ini sudah termasuk sebagai mandi (masalah ke-378).
a. Araki: berdasarkan ihtiyath mustahab,  laksanakan mandi secara tartibi; bukan mandi irtimasi. Khu’i: harus mandi secara tartibi, (masalah ke-337). Gulpaigani: menjadi lebih baik jika mandi dilakukan secara tartibi, walaupun mandi secara irtimasi itu juga sah (masalah ke-345).
i.    Ibid, masalah ke-339.
ii.    Ibid, masalah ke-371.
iii.    Istiftaat Jil. 1, hal. 56, pertanyaan ke-117.
iv.    Taudhih Al-Masail  masalah ke-521.
**Khu’i: berdasarkan ihtiyath wajib, seorang yang memegang badan orang yang mati syahid harus mandi. (Al Al-’Urwah Al-Wutsqa Jil. 1, hal. 390, masalah ke-11).
v.    Tahrir Al-Wasilah, Jil. 1, hal. 63. Taudhih Al-Masail, masalah ke-522 & 526. Istiftaat, hal. 79. Al-Urwah Al-Wutsqa, Jil. 1, hal. 390, masalah 11.
5. Taudhih Al-Masail,  masalah ke-530.
a. Seluruh marja’: setiap orang muslim ... (masalah ke-548).
6. Ibid, masalah ke-542.
7. Ibid, masalah ke-550.
8. Ibid, masalah ke-565.
9. Ibid, masalah ke-508.
10.   Ibid, masalah ke-515 & 446.
11.   Ibid, masalah ke-395 dan ke-396.

0 komentar:

Posting Komentar