Pelajaran 14
KIBLAT DAN PAKAIAN
SHALAT
KIBLAT
1.
Ka’bah yang berada di kota Mekkah dan di dalam Masjidil
Haram adalah kiblat, dan pelaku salat harus melaksanakan salat dengan menghadap
ke sana.
2.
Orang yang berada di luar kota Mekkah dan berada jauh
darinya; sekiranya berdiri dan bisa dikatakan bahwa salatnya menghadap kiblat,
maka demikian ini sudah cukup.[1]
* * *
PAKAIAN
SALAT
Salah satu
masalah yang harus diperhatikan sebelum salat adalah pakaian. Nah, kini mari
kita menyimak ukuran pa-kaian dan syarat-syaratnya.
Ukuran Pakaian
1.
Laki-laki; harus menutup aurat,[2]
dan akan lebih baik bila menutupnya mulai dari pusar sampai lutut.
2.
Perempuan; harus menutupi seluruh badan kecuali:
a.
Tangan sampai pergelangan.
b.
Kaki sampai pergelangan.
c.
Wajah sebatas yang harus dibasuh dalam wudu.[3]
3.
Perempuan tidak diwajibkan dalam salatnya untuk me-nutup
kedua tangan dan kedua kaki serta wajah sebatas yang tersebut di atas tadi,
walaupun menutu-pinya juga tidak apa-apa.[4]
4.
Syarat-syarat pakaian salat adalah sebagai berikut:
a.
Suci (tidak najis).
b.
Mubah (bukan barang ghasab).
c.
Bukan bagian dari anggota bangkai,*
misalnya bukan dari kulit hewan yang disembelih tidak atas dasar syariat islam,
walaupun sekadar ikat pinggang dan topi.
d.
Bukan dari hewan yang dagingnya haram, misalnya dari
kulit macan atau babi.
e.
Jika pelaku salat adalah laki-laki, dia tidak boleh
memakai pakaian yang terbuat dari
tenunan emas dan sutera asli.
Di antara syarat-syarat di atas, syarat pertama (pakaian
harus suci dan tidak najis) mungkin sekali menjadi masalah bagi siapa saja,
karena jarang ada orang melakukan salat dengan pakaian ghasab atau
pakaian dari bagian tubuh bangkai. Oleh karena itu, berikutnya kami akan
mene-rangkan syarat pertama. Hanya saja perlu ditegaskan di sini bahwa selain
pakaian, badan pelaku salat juga harus suci.
Pada kondisi-kondisi di bawah ini, hukum salat seseorang
dengan badan atau pakaian yang najis adalah batal:
1.
Sengaja salat dengan badan atau pakaian najis. Yakni,
sekalipun tahu bahwa badan atau pakaiannya najis, dia tetap salat dalam kondisi
demikian.[5]
2.
Memandang remeh belajar masalah-masalah atau hu-kum-hukum
fikih* sehingga dia salat dengan badan atau
pakaian najis karena tidak tahu
hukumnya.[6]
3.
Dia tahu bahwa badan atau pakaiannya najis, lalu lupa
sehingga melakukan salat dengan badan atau pakaian najis.[7]
Pada kondisi-kondisi di bawah ini, hukum salat seseorang
dengan badan atau pakaian yang najis adalah sah:
1.
Dia tidak tahu bahwa badan atau pakaiannya najis, seusai
salat dia baru tahu kalau badan atau pakaiannya itu najis.[8]
2.
Badan atau pakaiannya najis karena luka yang ada pada
badannya dan sulit untuk membasuh atau menggan-tinya.[9]
3.
Badan atau pakaiannya najis karena darah, akan tetapi
ukuran bercak darah di pakaian itu kurang dari uang logam satu dirham.*[10]
4.
Dia terpaksa melakukan salat dengan badan atau pa-kaian
najis, misalnya tidak ada air untuk bersuci.[11]
Beberapa Masalah
1.
Jika pakaian-pakaian kecil pelaku salat najis seperti:
sarung tangan, kaos kaki atau sapu tangan kecil yang najis di sakunya; maka
selama bukan dari anggota bangkai atau binatang yang haram dagingnya tidaklah
apa-apa.[12]
2.
Memakai jubah, baju putih dan pakaian yang paling bersih
dan memakai wangi-wangian serta cincin ‘aqiq dalam salat adalah sunah.[13]
3.
Memakai pakaian hitam, kotor, ketat dan pakaian yang
bergambar wajah serta terbukanya kancing-kancing pakaian adalah makruh.[14]
Kesimpulan Pelajaran
1.
Ka’bah yang berada
di dalam Masjidil Haram di kota Mekkah adalah kiblat, dan pelaku salat harus
melaku-kan salat dengan menghadap ke sana.
2.
Sekiranya pelaku salat berdiri dan bisa dikatakan bahwa
dia sedang melakukan salat dengan menghadap kiblat, demikian ini sudah cukup.
3.
Laki-laki dalam salatnya harus menutup aurat, dan akan
lebih baik bila dia menutupnya mulai
dari pusar sampai lutut.
4.
Perempuan dalam salat harus menutup seluruh badan kecuali
wajah dan kedua tangan sampai pergelangan dan kedua kaki sampai pergelangan.
5.
Badan dan pakaian pelaku salat harus suci.
6.
Pakaian pelaku salat harus mubah dan bukan dari ang-gota
bangkai dan hewan yang haram dagingnya.
7.
Jika seseroang sebelumnya tidak tahu kalau badan atau
pakaiannya najis, lalu seusai salat dia baru tahu demi-kian, maka salatnya sah.
8.
Jika dia sebelumnya tahu bahwa badan atau pakaiannya
najis kemudian lupa sehingga dia melakukan salat de-ngan badan atau pakaian
najis tersebut, maka salatnya batal.
1.
Gulpaigani: seseorang tidak tahu bahwa salat dengan badan atau pakaian najis adalah
batal; jika dia melakukan salat dengan badan atau pakaian najis, maka
berdasarkan ihtiyath wajib salatnya batal, (masalah ke-7079). Araki:
seseorang tidak tahu bahwa salat dengan badan atau pakaian najis adalah batal;
lalu jika dia melakukan salat dengan badan atau pakaian najis, maka salatnya
batal (masalah ke-794).
** Ukuran logam satu
dirham adalah lingkaran yang kira-kira tidak sampai satu ruas dari jari telunjuk,
atau sebesar uang logam 100 rupiah.
0 komentar:
Posting Komentar