Pelajaran 2
IJTIHAD DAN TAKLID
1.
Cara-cara mengetahui mujtahid dan orang yang paling
pandai:
a.
Seseorang dengan sendirinya yakin dan tahu mana mujtahid
yang paling pandai. Misalnya, dia sendiri termasuk orang yang berilmu dan bisa
mengetahui bahwa si fulan adalah mujtahid, dan mengetahui bahwa si fulan
mujtahid terpandai di bidangnya.
b.
Dua orang adil yang bisa menentukan bahwa si fulan adalah
mujtahid atau si fulan adalah orang yang paling pandai.*
c.
Sekelompok ilmuwan
yang bisa menentukan bahwa si fulan adalah mujtahid dan orang yang
paling pandai. Kesaksian-kesaksian mereka bisa dipercaya bahwa si fulan memang
seorang mujtahid atau si fulan memang orang yang paling pandai.[1]
2.
Cara-cara untuk mendapatkan fatwa mujtahid:
a.
Mendengar sendiri dari sang mujtahid.
b.
Mendengar dari dua orang atau seorang yang adil.
c.
Mendengar dari seorang yang bisa dipercaya dan jujur.
d.
Membaca risalah amaliyah (kumpulan fatwa)
mujta-hid.[2]
3.
Jika mujtahid yang paling pandai dalam masalah ter-tentu
tidak memiliki fatwa, maka seorang mukallid (yang bertaklid) bisa
merujuk kepada mujtahid lain yang memiliki fatwa sekaitan dengan masalah
tersebut. Dan berdasarkan ihtiyath wajib, mujtahid yang menjadi marja’
(tempat rujukan) masalah tersebut harus paling pandai dari yang lain.[3]
4.
Jika fatwa mujtahid dalam masalah tertentu berubah,
seorang mukallid harus mengamalkan fatwanya yang baru dan tidak boleh
mengamalkan fatwa yang lama.[4]
5.
Manusia wajib belajar masalah-masalah yang selalu
diperlukannya.
Siapakah Mukallaf?
Mukallaf yaitu orang yang berakal dan baligh. Yakni, dia orang yang memiliki tugas
untuk menjalankan hukum-hukum fikih. Oleh karena itu, anak-anak yang belum
baligh dan orang-orang gila (tidak berakal) bukanlah mukallaf.
Usia Baligh
Usia baligh anak laki-laki adalah setelah genap berusia
lima belas tahun, dan usia baligh anak perempuan setelah genap usia sembilan
tahun. Bila telah memasuki usia itu, mereka termasuk orang-orang yang baligh
dan harus menjalankan seluruh tugas-tugas syariat. Jika usia seorang anak masih
di bawah usia baligh lalu mengerjakan amalan-amalan yang baik, seperti salat
secara benar, dia akan mendapatkan pahala.
Perlu
diperhatikan bahwa usia baligh dihitung ber-dasarkan tahun Hijriah Qomariyah;
yang jumlah setiap tahunnya adalah 354 hari 6 jam.
Perbedaan antara Ihtiyath Wajib
dan Ihtiyath Mustahab
Ihtiyath mustahab selalu beriringan dengan fatwa. Artinya, berkenaan
dengan sebuah masalah, pertama-tama seorang mujtahid memberikan fatwa kemudian
memberikan ihti-yath[5].
Ihtiyath ini dinamai sebagai ihtiyath mustahab. Sekaitan dengan
ini, mukallid dapat mengamalkan fatwa atau menga-malkan ihtiyath
mustahab, namun dia tidak boleh merujuk kepada mujtahid lain. Misalnya,
jika seseorang mengerjakan salat dan dia tidak tahu pasti apakah badan atau
bajunya itu najis ataukah tidak, seusai salat dia baru sadar bahwa ketika
melakukan salat, badan atau bajunya najis, maka salatnya sah. Akan tetapi, atas
dasar ihtiyath mustahab, jika waktu salat masih tersisa, hendaknya dia
mengulangi salatnya.
Ihtiyath wajib tidak berdampingan dengan fatwa. Se-orang mukallid
harus beramal sesuai dengan ihtiyath tersebut atau bisa merujuk kepada
mujtahid lain. Misalnya, menurut ihtiyath wajib, seorang mukallid tidak
boleh bersujud di atas daun anggur yang masih segar dan basah.
Kesimpulan Pelajaran
1.
Cara-cara untuk mengenal mujtahid dan orang yang paling
pandai adalah sebagai berikut:
·
Mukallid meyakini dan mengetahui dengan sendiri-nya.
·
Dua orang adil yang menyatakan demikian.
·
Sekelompok ilmuwan yang menyatakan demikian.
2.
Cara-cara untuk mendapatkan fatwa mujtahid adalah sebagai
berikut:
·
Mendengar langsung dari mujtahid.
·
Mendengar dari dua atau satu orang yang adil atau minimal
satu orang yang bisa dipercaya dan jujur.
·
Membaca langsung risalah amaliyah mujtahid.
3.
Orang-orang yang baligh dan berakal harus menjalan-kan
hukum-hukum agama.
4.
Anak laki-laki yang genap berusia 15 tahun dan anak
perempuan yang genap berusia 9 tahun termasuk orang-orang yang sudah baligh.
5.
Dalam ihtiyath wajib, seorang mukallid bisa
merujuk ke fatwa mujtahid lain. Akan tetapi dalam ihtiyath mustahab, dia
tidak bisa merujuk demikian ini.
·
Khu’i: pernyataan satu orang ahli juga sudah cukup (masalah ke-3).
0 komentar:
Posting Komentar